Laman

Thursday, 18 July 2013

Jabat Tangan

Teman-teman ini ada salah satu ceramah Ramadhan oleh bapak saya sendiri yang bernama Dr.Syakrani.MS . Beliau berceramah di salah satu Masjid yang ada di Banjarbaru, yakni Masjid Istiqomah Banjarbaru pada bulan Ramadhan tahun lalu. Mari kita simak ceramah ini bersama-sama.

Jabat-tangan Yang Kian Lebih Bermakna

“Seratus tiga puluh lima  juta penduduk Indonesia; teridiri dari banyak suku bangsa; itulah Indonesia; ada Jawa, ada Sunda, ada Batak, dan banyak lagi yang lainnya.”
§  Rhoma Irama



Ass. Wr. Wb!
Firman Allah dalam QS Al-Hujarat: 13




Wahai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan. Kami jadikan pula kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi-Ku. Sungguh Aku maha mengetahui dan maha mengenal.
The Power of Smile
Pada hari pertama invasi ke-2 AS di Irak, sepeleton pasukan AS bersenjata lengkap pergi ke sebuah desa untuk menemui pe-jabat setempat. Tujuan-nya adalah  untuk memin-ta tolong mendistribusi-kan bantuan kemanusiaan kepada penduduk. Dalam perjalanan ke tempat itu, warga desa bergerak mengepung tentara AS sambil berteriak penuh rasa marah dan keben-cian. Mereka mengancam & ingin menyerang sepasukan tentara itu yang terus bergerak maju.
Untuk membela diri dari ancaman itu, tentara AS menodongkan senjatanya. Kedua belah pihak ada dalam situasi permusuhan dan kebencian; dikuasai emosi negatif untuk saling menyerang.
Untunglah, komandan pasukan tersebut, Letnan Kolonel Christopher Hughes, bertindak cepat. Dia memerintahkan pasukannya untuk bertekuk-lutut dan menyuruh mereka untuk mengarahkan senjatanya ke tanah.
Yang menarik adalah peritantah ke-3: perintah tersenyum. Semua pasukannya tersenyum.
Sebuah keajaiban terjadi setelah perintah itu dilakukan. Kedua belah pihak yang tadinya dikuasai oleh emosi negatif, penuh kebencian & permusuhan berubah total. Mereka saling mengerti, saling menerima, dan kemudian saling bersahabat.
Marah dan tersenyum! Itulah yang menguasai pasukan AS & warga Irak. Itu pulalah yang sering kita alami ketika kita menghadapi sesuatu.
Marah adalah indikasi diri yang dikuasai oleh energi negatif. Sebaliknya, tersenyum adalah indikasi diri yang dikuasai oleh energi positif. Energi negatif dan positif adalah total penjumlahan dari pikiran dan perasaan negatif atau positif.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengaitkan konsep energi negatif atau positif dengan jabat-tangan.  Apa-kah jabat-tangan kita de-ngan orang lain adalah jabat-tangan yang penuh dengan energi positif atau sebaliknya, penuh energi negatif?
Jabat-tangan dan WiFi Saraf
Ada banyak cara kita gunakan untuk meng-ungkapkan perkenalan kita dengan orang lain. Salah satunya dengan berjabat-tangan. Jabat-tangan telah menjadi media interaksi sosial untuk mempererat persahabatan; ia dilakukan saat kita saling berjumpa dan saat mengakhiri sebuah pertemuan. Ucapan selamat kepada orang lain juga sering dilengkapi dengan berjabat-tangan.
HR. Abu Daud menceritakan asal-usul tradisi (habitus) sosial berjabat-tangan ini. Tatkala penduduk Yaman datang ke Madinah Rasulullâh SAW bersabda, "Telah datang kepada kalian penduduk Yaman, dan merekalah orang yang pertama sekali melakukan jabat-tangan."
Hasil riset sederhana menemukan, sekurang-kurangnya terjadi 3 dari setiap sepuluh jabat- tangan dilakukan dengan sia-sia. Salah satu indikasi jabat-tangan yang sia-sia adalah tangan dijabatkan, tetapi kurang perhatian yang mendalam terhadap orang yang dijabat-tangani. Tangan berjabat, tetapi sorot mata ke tempat lain; tangan dijabatkan, tetapi sambil menelpon.
Dalam bahasa Inggris, jabat-tangan adalah handshake; tangan yang disentuhkan, yang sekaligus digerakkan. Orang Inggris belum merasa berjabat-tangan bila yang terjadi sekadar sentuhan tangan. Studi komunikasi lintas-budaya menemukan bentuk-bentuk jabat-tangan dengan tingkat kehangatan tertentu.
Jabat-tangan yang hanya menyentuh ujung tangan adalah jabat-tangan dengan tingkat kehangatan yang sangat rendah. Jabat-tangan seperti ini juga ditafsirkan sebagai indikasi awal penolakan sosial persahabatan.
Sebaliknya, jabat-tangan yang disertai dengan goyangan tangan dan sentuhan bahu, saling menatap dan tersenyum dinilai sebagai jabat-tangan yang sangat hangat. Ia menggambarkan tumbuhnya rasa saling menerima, memaafkan, dan saling perhatian.
Barâ' bin 'Aazib pernah meriwayatkan, Nabi SAW pernah berkata, jabat-tangan bisa melebur dosa dari orang-orang yang berjabat-tangan bahkan sebelum mereka berpisah.
Konsep pengampunan dosa dari berjabat-tangan yang dijaminkan Nabi SAW secara simbolis bisa kita luaskan cakupan maknanya menjadi kebaikan. Diampuni dosa berarti mendapat kebaikan dari Allah.
Riset mutakhir di bidang neuroscience menjelaskan dampak jabat-tangan terhadap kebaikan itu. Bahkan riset ini juga menjelaskan, jabat-tangan yang dilakukan dengan cara tertentu dapat menghasilkan kebaikan, dan yang dilakukan dengan cara lain tidak menghasilkan kebaikan.
Salah seorang pelopor dan ahli di bidang ini, John Cacioppo, dalam risetnya menemukan sekurang-kurangnya dua hal:
1.       Otak manusia memiliki sejumlah saraf (neoron) baru yang disebut the splindle cells; sejumlah sel yang membantu kita bertindak cepat, memandu manusia menen-tukan pilihan perilaku sosial yang sepadan dalam interaksi sosial kita dengan sesama. Tindakan cepat dengan respon sepadan ini, dalam neuroscience disebut WiFi Saraf. Daniel Goleman mengemukakan, when two people interact face to face, contagion spreads via multiple neural circuits operating in parallel within each person’s brain. These systems for contagion traffic in the entire range of feeling, from sadness and anxiety to joy (ketika dua orang bertemu langsung, penularan emosi menye-bar melalui banyak sirkuit saraf yang ber-operasi paralel dalam otak setiap orang. Sistem penularan emosi ini terjadi pada seluruh jenis perasaan, dari kesedihan dan kecemasan hingga kegembiraan).
2.       Otak manusia juga memiliki varitas sel-sel otak yang disebut saraf-saraf cermin, yang berfungsi merasakan (memantau) gerakan yang akan dilakukan oleh seseorang ketika bersua dengan sesama baik yang sudah dikenal maupun tidak dikenal. Perubahan gelombang emosi pada satu orang akan mempengaruhi gelombang emosi orang lain (when two entities are connected in a feedback loop, as the first change, so the second; as people loop together, their brains send and receive an ongoing stream of signals that allow them to create a tacit harmony; and if the flow goes the right way, amplify their resonance; looping lets feelings, thoughts & actions synchronize).[1]
Keselarasan umpan-balik emosi ini yang kemudian, misalnya, mendorong sel-sel & saraf-saraf otak memproduksi zat kimia dopamin (rasa senang) pada seorang pria yang tatap-matanya disambut bersahabat oleh tatap-mata seorang perempuan.
Selanjutnya John Cacioppo mengemukakan, relasi sosial yang negatif antar-orang akan memicu lonjakan hormon stress ke level yang paling ekstrem, sehingga ia bisa merusak gen-gen tertentu dalam tubuh yang sebenarnya dapat mengendalikan sel-sel pelawan virus.
Yang ingin disampaikan dalam ilmu dan riset di bidang neuroscience – ilmu tentang pengaruh otak seluler terhadap perilaku manusia – adalah bahwa perilaku sosial kita – apakah dikuasai oleh energi positif atau negatif – dapat dijelaskan dari aktivitas otak kita. Otak di sini bukan otak pada level fisik, tapi pada level seluler, yang disebut mind, bukan brain. Aktivitas dominan dari otak pada level seluler ini adalah berpikir dan merasa.
Riset neuroscience juga menjelaskan, energi positif dan negatif yang dihasilkan oleh kerja berpikir & merasa bisa tervibrasi (menjalar) antar-otak pada setiap orang. Saraf-saraf cermin di otak setiap orang memantau dan merasakan gerakan apa yang akan dilakukan oleh orang lain dan the splindle cells yang terdapat pada otak setiap orang akan senantiasa siap memberi respon sepadan sesuai dengan hasil pantauan saraf-saraf cermin.
Vibrasi dan pertukaran energi positif atau energi negatif ini, yang dihasilkan oleh kerja otak pada tingkat seluler, yang tertular malalui relasi antar-otak pada relasi antar-manusia, apakah saling mengenal atau tidak mengenal sebelum-nya, membuktikan bahwa desain otak ciptaan Allah ini sungguh sangat luar biasa.
Ketika Allah menciptakan hamba-Nya bersuku-suku, berbangsa-bangsa, Dia juga menyiapkan perang-kat lunak, yang menjamin terjadinya relasi saling mengenal dan mencintai, yakni otak yang oleh para ahli neuroscience disebut sociable brain, otak yang gaul.
Karena otak kita adalah otak yang gaul, yang dengannya energi positif/negatif hasil kerja pikiran/perasaan positif/negatif dari otak seluler menjalar ke otak seluler orang lain, yang dengannya pula orang lain berperilaku sosial, para ahli neuroscience  menyarankan agar kita senantiasa bertindak bijak. Maksudnya adalah, tindakan bijak dalam relasi antar-orang akan menghasilkan dan menjalarkan energi positif kepada otak orang lain.
Jabat-tangan yang bijak, yakni yang penuh perhatian (mata saling memandang), penuh kehangatan dan empati (saling senyum tulus) adalah tindakan yang bijak; ia akan menjadi medium/alat penyalur energi positif antar-orang. Kehangatan, keintiman & empati antar-orang (dalam jabat-tangan misalnya) adalah sumber dan sekaligus tanda bahwa kita saling mencinta. Sebaliknya, jabat-tangan yang basa-basi, yang dipahami sebatas sentuhan fisik yang miskin keterlibatan emosional, yang kering kehangatan dan empati (jabat-tangan negatif) adalah tindakan kurang bijak. Jabat-tangan seperti ini tidak dapat berfungsi sebagai alat penyalur energi positif. Bahkan, ia justeru menjadi penyalur energi negatif, energi yang mewakili tiadanya perhatian, kehangatan, dan dominasi ke-cuek-an salah satu di antara orang yang berjabat-tangan.
The Power of Love
Orang berbicara tentang kekuatan saling mencinta, the power of love. Relasi sosial yang didasari the power of love akan menolak semua perkataan dan pembicaraan yang penuh kebencian; pembicaraan dan kata-kata yang menimbulkan dosa. Relasi sosial yang sarat saling mencinta akan menjadi fondasi yang kokoh dari zona bebas-dosa; sebuah zona yang di dalamnya setiap orang tidak mendengar lagi sumpah serapah, tetapi hanya ada kata-kata, pembicaraan, dan interaksi sosial yang saling mendamaikan – illa kilan salaman salama (QS.  Al-Waqiah, 25 – 26).
Barangkali, hubungan antara jabat-tangan dan pengampunan dosa, dalam perspektif neuroscinece, bisa dijelaskan dari mata-rantai antara jabat-tangan yang penuh perhatian (mata saling memandang), penuh kehangatan dan empati (saling senyum tulus) ßà relasi sosial saling mencinta ßà terbangunnya zona bebas dosa, seperti yang diisyaratkan secara simbolik dan tersirat dalam firman Allah:







Mata-rantai tersebut diikat oleh sebuah prinsip hidup: bertindaklah bijak dalam setiap relasi sosial antar-sesama, termasuk dalam berjabat-tangan. Prinsip ini dibangun di atas kesadaran bahwa otak kita adalah otak yang gaul. Seluruh sel dan sarafnya membentuk WiFi Saraf, yang mampu menyebarkan aliran emosi (energi) positif dan negatif. Maka berhati-hatilah memilih pikiran dan perasaan, terutama dalam berjabat-tangan. Pikiran, perasaan, dan cara kita berjabat-tangan akan menyebarkan muatan aliran emosi kita – positif atau negatif -- kepada orang lain. Semoga bermanfaat. Amien. Wss!




[1]Ketika dua entitas (orang) terhubungkan dalam lingkaran umpan-balik emosi, maka bila yang pertama berubah, pihak kedua juga berubah. Ketika orang-orang masuk dalam lingkaran umpan-balik emosi secara bersama-sama, maka otak mereka mengirim dan menerima aliran sinyal emosi terus-menerus, yang memungkinkan mereka menciptakan keselarasan yang tak disadari. Dan jika aliran itu berjalan dengan benar, maka aliran itu memperkuat resonansi otak mereka. Proses larut bersama ini memungkinkan perasaan, perasaan, dan tindakan antar-manusia menyelaras.

Nah,teman-teman kalau kalian berjabat tangan dengan seserang itu harus bersungguh-sungguh agar menambah keakraban dan kasih sayang. Oke?
Terimakasih.

No comments :

Post a Comment