Teman-teman ini ada salah satu ceramah Ramadhan oleh bapak saya sendiri yang bernama Dr.Syakrani.MS . Beliau berceramah di salah satu Masjid yang ada di Banjarbaru, yakni Masjid Istiqomah Banjarbaru pada bulan Ramadhan tahun lalu. Mari kita simak ceramah ini bersama-sama.
Jabat-tangan Yang Kian Lebih Bermakna
“Seratus tiga puluh lima
juta penduduk Indonesia; teridiri dari banyak suku bangsa; itulah
Indonesia; ada Jawa, ada Sunda, ada Batak, dan banyak lagi yang lainnya.”
§ Rhoma
Irama
Ass. Wr. Wb!
Firman Allah dalam QS Al-Hujarat: 13
Wahai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari
laki-laki dan perempuan. Kami jadikan pula kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi-Ku. Sungguh Aku maha mengetahui dan maha mengenal.
The Power of Smile
Pada hari
pertama invasi ke-2 AS di Irak, sepeleton pasukan AS bersenjata lengkap pergi
ke sebuah desa untuk menemui pe-jabat setempat. Tujuan-nya adalah untuk memin-ta tolong mendistribusi-kan
bantuan kemanusiaan kepada penduduk. Dalam perjalanan ke tempat itu, warga desa
bergerak mengepung tentara AS sambil berteriak penuh rasa marah dan keben-cian.
Mereka mengancam & ingin menyerang sepasukan tentara itu yang terus
bergerak maju.
Untuk membela diri dari ancaman itu, tentara AS
menodongkan senjatanya. Kedua belah pihak ada dalam situasi permusuhan dan
kebencian; dikuasai emosi negatif untuk saling menyerang.
Untunglah, komandan pasukan tersebut, Letnan Kolonel
Christopher Hughes, bertindak cepat. Dia memerintahkan pasukannya untuk
bertekuk-lutut dan menyuruh mereka untuk mengarahkan senjatanya ke tanah.
Yang menarik adalah peritantah ke-3: perintah
tersenyum. Semua pasukannya tersenyum.
Sebuah keajaiban terjadi setelah perintah itu dilakukan.
Kedua belah pihak yang tadinya dikuasai oleh emosi negatif, penuh kebencian
& permusuhan berubah total. Mereka saling mengerti, saling menerima, dan
kemudian saling bersahabat.
Marah dan tersenyum! Itulah yang menguasai pasukan AS
& warga Irak. Itu pulalah yang sering kita alami ketika kita menghadapi
sesuatu.
Marah adalah indikasi diri yang dikuasai oleh energi
negatif. Sebaliknya, tersenyum adalah indikasi diri yang dikuasai oleh energi
positif. Energi negatif dan positif adalah total penjumlahan dari pikiran dan
perasaan negatif atau positif.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengaitkan konsep energi
negatif atau positif dengan jabat-tangan. Apa-kah jabat-tangan kita de-ngan orang lain
adalah jabat-tangan yang penuh dengan energi positif atau sebaliknya, penuh
energi negatif?
Jabat-tangan dan WiFi Saraf
Ada banyak cara kita
gunakan untuk meng-ungkapkan perkenalan kita dengan orang lain. Salah satunya
dengan berjabat-tangan. Jabat-tangan telah menjadi media interaksi sosial untuk
mempererat persahabatan; ia dilakukan saat kita saling berjumpa dan saat mengakhiri
sebuah pertemuan. Ucapan selamat kepada orang lain juga sering dilengkapi
dengan berjabat-tangan.
HR. Abu Daud menceritakan asal-usul tradisi (habitus)
sosial berjabat-tangan ini. Tatkala penduduk Yaman datang ke Madinah Rasulullâh
SAW bersabda, "Telah datang kepada
kalian penduduk Yaman, dan merekalah orang yang pertama sekali melakukan jabat-tangan."
Hasil riset sederhana menemukan, sekurang-kurangnya
terjadi 3 dari setiap sepuluh jabat- tangan dilakukan dengan sia-sia. Salah
satu indikasi jabat-tangan yang sia-sia adalah tangan dijabatkan, tetapi kurang
perhatian yang mendalam terhadap orang yang dijabat-tangani. Tangan berjabat,
tetapi sorot mata ke tempat lain; tangan dijabatkan, tetapi sambil menelpon.
Dalam bahasa Inggris, jabat-tangan adalah handshake; tangan yang disentuhkan, yang
sekaligus digerakkan. Orang Inggris belum merasa berjabat-tangan bila yang
terjadi sekadar sentuhan tangan. Studi komunikasi lintas-budaya menemukan
bentuk-bentuk jabat-tangan dengan tingkat kehangatan tertentu.
Jabat-tangan yang hanya menyentuh ujung tangan adalah
jabat-tangan dengan tingkat kehangatan yang sangat rendah. Jabat-tangan seperti
ini juga ditafsirkan sebagai indikasi awal penolakan sosial persahabatan.
Sebaliknya, jabat-tangan yang disertai dengan goyangan
tangan dan sentuhan bahu, saling menatap dan tersenyum dinilai sebagai
jabat-tangan yang sangat hangat. Ia menggambarkan tumbuhnya rasa saling
menerima, memaafkan, dan saling perhatian.
Barâ' bin 'Aazib pernah meriwayatkan, Nabi SAW pernah
berkata, jabat-tangan bisa melebur dosa dari orang-orang yang berjabat-tangan
bahkan sebelum mereka berpisah.
Konsep pengampunan dosa dari berjabat-tangan yang
dijaminkan Nabi SAW secara simbolis bisa kita luaskan cakupan maknanya menjadi kebaikan.
Diampuni dosa berarti mendapat kebaikan dari Allah.
Riset mutakhir di bidang neuroscience menjelaskan dampak jabat-tangan
terhadap kebaikan itu. Bahkan riset ini juga menjelaskan, jabat-tangan yang
dilakukan dengan cara tertentu dapat menghasilkan kebaikan, dan yang dilakukan
dengan cara lain tidak menghasilkan kebaikan.
Salah seorang pelopor dan ahli di bidang ini, John
Cacioppo, dalam risetnya menemukan sekurang-kurangnya dua hal:
1.
Otak manusia memiliki sejumlah saraf
(neoron) baru yang disebut the splindle
cells; sejumlah sel yang membantu kita bertindak cepat, memandu manusia
menen-tukan pilihan perilaku sosial yang sepadan dalam interaksi sosial kita
dengan sesama. Tindakan cepat dengan respon sepadan ini, dalam neuroscience
disebut WiFi Saraf. Daniel Goleman mengemukakan, when two people interact face to
face, contagion spreads via multiple neural circuits operating in parallel
within each person’s brain. These systems for contagion traffic in the entire
range of feeling, from sadness and anxiety to joy (ketika dua
orang bertemu langsung, penularan emosi menye-bar melalui banyak sirkuit saraf
yang ber-operasi paralel dalam otak setiap orang. Sistem penularan emosi ini
terjadi pada seluruh jenis perasaan, dari kesedihan dan kecemasan hingga
kegembiraan).
2. Otak manusia juga
memiliki varitas sel-sel otak yang disebut saraf-saraf cermin, yang berfungsi
merasakan (memantau) gerakan yang akan dilakukan oleh seseorang ketika bersua
dengan sesama baik yang sudah dikenal maupun tidak dikenal. Perubahan gelombang
emosi pada satu orang akan mempengaruhi gelombang emosi orang lain (when
two entities are connected in a feedback loop, as the first change, so the
second; as people loop together, their brains send and receive an ongoing
stream of signals that allow them to create a tacit harmony; and if the flow
goes the right way, amplify their resonance; looping lets feelings, thoughts &
actions synchronize).
Keselarasan umpan-balik emosi ini yang kemudian,
misalnya, mendorong sel-sel & saraf-saraf otak memproduksi zat kimia
dopamin (rasa senang) pada seorang pria yang tatap-matanya disambut bersahabat
oleh tatap-mata seorang perempuan.
Selanjutnya John Cacioppo mengemukakan, relasi sosial
yang negatif antar-orang akan memicu lonjakan hormon stress ke level yang
paling ekstrem, sehingga ia bisa merusak gen-gen tertentu dalam tubuh yang sebenarnya
dapat mengendalikan sel-sel pelawan virus.
Yang ingin disampaikan dalam ilmu dan riset di bidang
neuroscience – ilmu tentang pengaruh otak seluler terhadap perilaku manusia –
adalah bahwa perilaku sosial kita – apakah dikuasai oleh energi positif atau
negatif – dapat dijelaskan dari aktivitas otak kita. Otak di sini bukan otak
pada level fisik, tapi pada level seluler, yang disebut mind, bukan brain.
Aktivitas dominan dari otak pada level seluler ini adalah berpikir dan merasa.
Riset neuroscience juga menjelaskan, energi positif dan
negatif yang dihasilkan oleh kerja berpikir & merasa bisa tervibrasi
(menjalar) antar-otak pada setiap orang. Saraf-saraf cermin di otak setiap
orang memantau dan merasakan gerakan apa yang akan dilakukan oleh orang lain
dan the splindle cells yang terdapat
pada otak setiap orang akan senantiasa siap memberi respon sepadan sesuai
dengan hasil pantauan saraf-saraf cermin.
Vibrasi dan pertukaran energi positif atau energi negatif
ini, yang dihasilkan oleh kerja otak pada tingkat seluler, yang tertular
malalui relasi antar-otak pada relasi antar-manusia, apakah saling mengenal
atau tidak mengenal sebelum-nya, membuktikan bahwa desain otak ciptaan Allah
ini sungguh sangat luar biasa.
Ketika Allah menciptakan hamba-Nya bersuku-suku,
berbangsa-bangsa, Dia juga menyiapkan perang-kat lunak, yang menjamin
terjadinya relasi saling mengenal dan mencintai, yakni otak yang oleh para ahli
neuroscience disebut sociable brain, otak yang gaul.
Karena otak kita adalah otak yang gaul, yang dengannya
energi positif/negatif hasil kerja pikiran/perasaan positif/negatif dari otak
seluler menjalar ke otak seluler orang lain, yang dengannya pula orang lain
berperilaku sosial, para ahli neuroscience
menyarankan agar kita senantiasa bertindak bijak. Maksudnya adalah, tindakan
bijak dalam relasi antar-orang akan menghasilkan dan menjalarkan energi positif
kepada otak orang lain.
Jabat-tangan yang bijak, yakni yang penuh perhatian (mata
saling memandang), penuh kehangatan dan empati (saling senyum tulus) adalah
tindakan yang bijak; ia akan menjadi medium/alat penyalur energi positif
antar-orang. Kehangatan, keintiman & empati antar-orang (dalam jabat-tangan
misalnya) adalah sumber dan sekaligus tanda bahwa kita saling mencinta. Sebaliknya,
jabat-tangan yang basa-basi, yang dipahami sebatas sentuhan fisik yang miskin
keterlibatan emosional, yang kering kehangatan dan empati (jabat-tangan
negatif) adalah tindakan kurang bijak. Jabat-tangan seperti ini tidak dapat
berfungsi sebagai alat penyalur energi positif. Bahkan, ia justeru menjadi
penyalur energi negatif, energi yang mewakili tiadanya perhatian, kehangatan,
dan dominasi ke-cuek-an salah satu di antara orang yang berjabat-tangan.
The Power of Love
Orang berbicara tentang kekuatan saling mencinta, the power of love. Relasi sosial yang
didasari the power of love akan
menolak semua perkataan dan pembicaraan yang penuh kebencian; pembicaraan dan
kata-kata yang menimbulkan dosa. Relasi sosial yang sarat saling mencinta akan
menjadi fondasi yang kokoh dari zona bebas-dosa; sebuah zona yang di dalamnya
setiap orang tidak mendengar lagi sumpah serapah, tetapi hanya ada kata-kata,
pembicaraan, dan interaksi sosial yang saling mendamaikan – illa kilan salaman salama (QS. Al-Waqiah, 25 – 26).
Barangkali, hubungan antara jabat-tangan dan pengampunan
dosa, dalam perspektif neuroscinece, bisa dijelaskan dari mata-rantai antara
jabat-tangan yang penuh perhatian (mata saling memandang), penuh kehangatan dan
empati (saling senyum tulus) ßà relasi sosial
saling mencinta ßà terbangunnya
zona bebas dosa, seperti yang diisyaratkan secara simbolik dan tersirat dalam
firman Allah:
Mata-rantai tersebut diikat oleh
sebuah prinsip hidup: bertindaklah bijak dalam setiap relasi sosial antar-sesama,
termasuk dalam berjabat-tangan. Prinsip ini dibangun di atas kesadaran bahwa otak
kita adalah otak yang gaul. Seluruh sel dan sarafnya membentuk WiFi Saraf, yang
mampu menyebarkan aliran emosi (energi) positif dan negatif. Maka
berhati-hatilah memilih pikiran dan perasaan, terutama dalam berjabat-tangan.
Pikiran, perasaan, dan cara kita berjabat-tangan akan menyebarkan muatan aliran
emosi kita – positif atau negatif -- kepada orang lain. Semoga bermanfaat.
Amien. Wss!